Putra Mahkota Arab Saudi Meninggal

Putra Mahkota Arab Saudi Meninggal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pernyataan Pangeran Mohammed bin Salman sebagai kritik paling keras terhadap Israel dari pejabat Arab Saudi. Terutama sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023.

Baik Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) maupun Raja Salman mengirim pesan ucapan selamat terpisah kepada Donald Trump, yang kembali ke Gedung Putih setelah mengalahkan kandidat dari Partai Demokrat Kamala Harris.

Raja Salman dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pada hari Selasa 9 April 2024 mengirim pesan ucapan selamat kepada para pemimpin negara-negara Islam atas Hari Raya Idul Fitri.

Arab Saudi menyatakan akan memberi Ukraina bantuan kemanusiaan. Berkontribusi untuk meringankan penderitaan warga Ukraina pascakonflik Rusia-Ukraina.

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman Al Saud Rabu (25/8) mengumumkan rencana pengembangan proyek real estat di timur Masjid Nabawi di kota Madinah.

Putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman telah kembali ke panggung internasional. Ia sudah melakukan tur luar negeri.

Sebuah laporan resmi intelijen AS telah menemukan bahwa Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menyetujui pembunuhan jurnalis Saudi yang diasingkan Jamal Khashoggi pada 2018.

Putra Mahkota Arab Saudi meninggalkan rumah sakit segera setelah operasi usus buntu.

Riyadh saat ini berada pada posisi 40, sebagai kota dengan ekonomi terbesar di dunia.

Berita tentang aksi asusila di hotel karantina Australia yang menjadi kluster COVID-19 seperti di Wisma Atlet menjadi sorotan di Top 3 kanal Global Liputan6.com.

Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) sukses menginspirasi masyarakat Arab Saudi untuk disuntik vaksin COVID-19.

Ekonomi China diprediksi juara 1 dunia, mengalahkan AS dan India, berkat manajemen COVID-19 yang berhasil.

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menerima dosis pertamanya dari vaksin COVID-19 selama siaran langsung pada hari Jumat 25 Desember 2020, menurut media negara.

Mohammed bin Salman menerima dosis pertama vaksin Corona COVID-19

Presentar Lebanon bernama Ghada Oueiss menggugat putra mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman bertanggung jawab atas peretasan ponsel dan pelecehan yang dialaminya di media sosial.

Menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner terbang ke Arab Saudi dan Qatar bersama timnya.

Diam-diam, PM Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS).

Tuduhan itu dibuat oleh pengadilan Houthi Yaman dalam kasus serangan udara 2019 oleh koalisi pimpinan Saudi di sebuah bus sekolah yang menewaskan 51 warga sipil, termasuk 40 anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

KOMPAS.com - Beredar narasi di media sosial yang menyatakan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman menyebut Indonesia terlalu sibuk dengan urusan negara lain.

Narasi ini muncul dalam unggahan yang memperlihatkan tangkapan layar judul artikel Detik.com.

Namun, setelah ditelusuri unggahan tersebut merupakan hasil manipulasi. Konten itu merupakan jenis disinformasi dalam bentuk impostor atau peniru.

Narasi yang menyatakan Putra Mahkota Arab Saudi menyebut Indonesia terlalu sibuk dengan urusan negara lain muncul di media sosial, salah satunya dibagikan oleh akun Facebook ini , ini dan ini.

Akun tersebut membagikan tangkapan layar sebuah artikel di laman Detik.com yang menampilkan Mohammed bin Salman.

Artikel tersebut berjudul: "Putra Mahkota Arab Saudi: sebut Indonesia terlalu sibuk dengan urusan negara lain".

Akun Facebook Tangkapan layar Facebook, artikel yang mengeklaim Putra Mahkota Arab Saudi sebut Indonesia terlalu sibuk dengan urusan negara lain

Tangkapan layar Facebook, artikel yang mengeklaim Putra Mahkota Arab Saudi sebut Indonesia terlalu sibuk dengan urusan negara lain

Video: Kapal Perang AS Tembak Jatuh Rudal-Drone Houthi di Teluk Aden

- Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Nayef, telah diganti. Dekrit Kerajaan Saudi menyatakan, Mohammed bin Salman, yang merupakan putra Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, kini diangkat sebagai Putra Mahkota yang baru.

Pengumuman mengejutkan ini disampaikan oleh

(SPA) sebagai kantor berita resmi Saudi dan kemudian disiarkan via televisi nasional Saudi. Demikian seperti dilansir

Pangeran Mohammed bin Salman, yang sebelumnya menempati posisi Wakil Putra Mahkota, akan menggantikan Mohammed bin Nayef sebagai Putra Mahkota Kerajaan Saudi. Mohammed bin Nayef yang berusia 58 tahun, merupakan keponakan Raja Salman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini berarti, Mohammed bin Salman akan menjadi Raja Saudi selanjutnya, jika Raja Salman tidak mampu lagi memerintah.

Menurut laporan SPA, Pangeran Mohammed bin Salman terpilih sebagai Putra Mahkota yang baru dengan memperoleh suara mayoritas dalam Komisi Suksesi Saudi. Dari 43 anggota Komisi Suksesi Saudi, sebanyak 31 anggota menyetujui Mohammed bin Salman sebagai Putra Mahkota Saudi yang baru.

Dekrit yang dikeluarkan oleh Raja Salman itu juga menyatakan penunjukan Pangeran Abdulaziz bin Saud bin Naif sebagai Menteri Dalam Negeri Saudi. Posisi itu sebelumnya dipegang oleh Mohammed bin Nayef.

Tidak diketahui pasti alasan penggantian Mohammed bin Nayef sebagai Putra Mahkota Saudi.

Pangeran Mohammed bin Salman merupakan anak Raja Salman dari istri ketiganya. Dia dikenal sebagai salah satu sosok berpengaruh di Saudi. Pangeran Saudi yang masih berusia 31 tahun ini, juga menjabat Menteri Pertahanan (Menhan) Saudi. Dia mencetak sejarah sebagai Menhan termuda di dunia. Pangeran Mohammed juga merupakan sosok yang mencetuskan rencana reformasi ekonomi Saudi.

Penelusuran Kompas.com

Tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri pemberitaan di laman Detik.com yang mengeklaim Putra Mahkota Arab Saudi menyebut Indonesia terlalu sibuk dengan urusan negara lain.

Akan tetapi, tidak ditemukan artikel yang dimaksud pada 7 Juli 2024, sebagaimana yang terlihat pada unggahan.

Kemudian Tim Cek Fakta Kompas.com menelusuri tangkapan layar tersebut dengan metode reverse image search.

Hasilnya tangkapan layar mirip dengan artikel di laman Detik.com pada 7 April 2018 berjudul "Iran Kecam Kebijakan Arab Saudi, Tuduh Putra Mahkota Bayar AS".

Artikel aslinya membahas pernyataan juru bicara  Kementerian Luar Negeri Iran saat itu, Bahram Qassemi.

Bahram Qassemi menuding Mohammed bin Salman membayar miliaran dolar kepada Amerika Serikat agar mendapat dukungan.

Qassemi mengkritik pernyataan Mohammed bin Salman yang mengatakan bahwa Arab Saudi dan Israel memiliki musuh bersama.

Jika diperhatikan, konten tangkapan layar itu memang terlihat sebagai hasil manipulasi. Misalnya, tulisan dalam judul memiliki kesalahan penggunaan huruf besar dan huruf kecil.

Kesalahan penggunaan huruf besar dan huruf kecil juga terlihat pada penulisan "7 juli". Selain itu, 7 Juli 2024 semestinya jatuh pada hari Minggu, bukan Sabtu.

Tangkapan layar artikel yang mengeklaim Putra Mahkota Arab Saudi menyebut Indonesia terlalu sibuk dengan urusan negara lain merupakan hasil manipulasi.

Artikel aslinya di laman Detik.com berjudul "Iran Kecam Kebijakan Arab Saudi, Tuduh Putra Mahkota Bayar AS". Konten itu merupakan hasil manipulasi, mengubah artikel asli yang terbit pada 7 Juli 2018.

TEMPO.CO, Jakarta - Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, menelepon Presiden terpilih AS Donald Trump pada Rabu, 6 November 2024. Ia mengucapkan selamat atas kemenangan Donald Trump di pemilihan presiden atau pilpres AS 2024.

Dilansir dari Saudi Press Agency, selama panggilan tersebut, Pangeran Mohammed bin Salman menyatakan Arab Saudi ingin memperkuat hubungan historis dan strategis antara kedua negara. Ia juga mendoakan rakyat Amerika mendapat kemajuan dan kemakmuran di bawah kepemimpinan Donald Trump.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sebagai tanggapan, Donald Trump menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaannya kepada Yang Mulia Putra Mahkota atas ucapan selamat dan perasaannya terhadap rakyat Amerika," ujar laporan SPA itu.

Sebelumnya pada hari Rabu, MBS dan Raja Salman mengirim pesan ucapan selamat terpisah kepada Trump, yang kembali ke Gedung Putih setelah mengalahkan kandidat dari Partai Demokrat Kamala Harris.Donald Trump Berjanji Lindungi Arab Saudi

Pada Juni lalu sebelum pemilu AS digelar, Donald Trump berjanji akan selalu melindungi Arab Saudi jika ia terpilih kembali sebagai presiden. Hubungan antara Washington dan Riyadh kuat, sangat kontras dengan saat Presiden Biden pertama kali menjabat. Meskipun hubungan telah stabil dalam beberapa tahun terakhir, Trump menuduh pemerintahan Biden mendorong Arab Saudi menjauh dari Barat dan mendekati Cina.

"Mereka (Arab Saudi) tidak lagi bersama kita," kata Trump dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Businessweek. "Mereka bersama Cina. Namun mereka tidak ingin bersama Cina. Mereka ingin bersama AS."

Trump juga menyalahkan pemerintahan Obama. Mantan Presiden Barack Obama dianggap bersikap dingin terhadap dunia Sunni, khususnya Arab Saudi, demi meredakan tekanan terhadap Iran.

Trump juga memuji Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, dengan mengungkapkan bahwa keduanya telah berbicara dalam enam bulan terakhir. Dalam wawancaranya, Trump mengatakan dia tidak khawatir bahwa peningkatan produksi minyak dan gas di AS akan membuat Arab Saudi atau MBS kesal. "Dia menyukai saya, saya menyukainya," kata Trump. "Mereka akan selalu membutuhkan perlindungan, mereka tidak terlindungi secara alami."

Trump menambahkan, “Saya akan selalu melindungi mereka.”

Cina menjadi perantara kesepakatan antara Arab Saudi dan Iran untuk memulihkan hubungan tahun lalu. Pemerintahan Biden juga menuduh Arab Saudi berpihak pada Rusia dan sengaja meningkatkan produksi minyak untuk menguntungkan Partai Republik selama pemilihan paruh waktu tahun lalu.

Sejak itu, AS menarik kembali pernyataannya dan menyatakan dukungan atas peran Arab Saudi di pasar energi dan berupaya mengakhiri pertempuran di Gaza, Sudan, dan Ukraina.

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.

Duli Yang Teramat Mulia Putera Mahkota Kerajaan Arab Saudi merupakan jawatan kedua tertinggi di dalam Arab Saudi, tempat kedua selepas Raja Arab Saudi dan merupakan pewaris takhta yang sah.

Kini, jawatan Putera Mahkota Putera Mahkota perlu mendapat kelulusan dari Majlis Kesetiaan selepas dilantik oleh raja. Sistem ini diperkenalkan semenjak Era Abdullah ibn Abdul Aziz Al-Saud. Dengan ketiadaan raja, Putera Mahkota akan dilantik sebagai pemangku raja. Pemangku raja juga mempunyai fungsi yang sama seperti seorang raja dari berpangkat sebagai Putera Mahkota dan Timbalan Perdana Menteri kepada Penjaga Dua Kota Suci sehinggalah kembalinya raja kepada Kerajaan.

Jawatan Timbalan Putera Mahkota hanya bermula dari tahun 2014, tetapi kedudukannya, di bawah gelaran Timbalan Perdana Menteri Kedua kembali semula pada semenjak tahun 1967 bagi menentukan putera yang lebih tua agar tidak dikecualikan dari takhta monarki Arab Saudi. Pada akhir tahun 1964, Putera Mahkota Mohammed tidak sesuai untuk menjabat takhta dan didapati Raja Faisal juga ingin memintas tiga baris seterusnya dan mencadangkan Putera Fahd sebagai pewarisnya. Putera Fahd menjabat jawatan Timbalan Perdana Menteri Kedua untuk mengukuhkan kedudukannya sebagai baris kedua tertinggi di dalam Arab Saudi. Ketika Raja Faisal dibunuh pada tahun 1975, Raja Khalid yang ditunjuk sebagai Putera Abdullah, yang kemudiannya dilantik sebagai Timbalan Perdana Menteri kedua. Ketika Raja Khalid gering pada usia tua, keadaan menjadi terdesak selepas tiada calon yang menggantikan tempatnya. Putera Musa'id, yang anaknya telah membunuh Raja Faisal, lama mengetahui bahawa dia telah keluar dari perwarisan takhta dan Putera Bandar juga menuntut jawatan tersebut beserta rasuah yang berleluasa. Putera Sultan, walaupun pembangkang beliau tetap dilantik ketika raja tua itu mangkat. Muqrin adalah yang pertama untuk memegang jawatan pangkat putera mahkota pada tahun 2014 sehingga giliran cucu lelakinya telah dilewati dan memihak kepada Muhammad bin Nayef. Pada 29 April 2015, Mohammad bin Salman dilantik sebagai Timbalan Putera Mahkota Arab Saudi ke-3 sehingga 21 Jun 2017 sebelum beliau dilantik sebagai Putera Mahkota Arab Saudi yang baharu menggantikan Muhammad bin Nayef yang telah dipecat oleh Raja Salman.

Standard Diraja Putera Mahkota terdiri daripada bendera hijau, dengan tulisan Arab dan pedang dipaparkan dalam warna putih, dan dengan lambang negara bersulam Perak di kanton kanan bawah.

Skrip pada bendera ditulis dalam skrip Thuluth dan adalah syahadat atau pengisytiharan iman Islam:

Jika anda melihat rencana yang menggunakan templat {{tunas}} ini, gantikanlah dengan templat tunas yang lebih spesifik.

Jakarta, CNBC Indonesia - Skandal baru kembali menyeret nama Putra Mahkota Arab Saudi Muhammed bin Salman Al Saud (MBS). Bahkan ini pun menyangkut sang ayah, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud.

Hal ini terkait dekrit yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi di 2015, yang memulai perang yang telag berlangsung bertahun-tahun di Yaman, dengan pemberontak Houthi. MBS disebut telah memalsukan tanda tangan sang ayah untuk meng-goal-kan perang tersebut.

Pernyataan awal dimuat seorang mantan pejabat Arab Saudi, Saad al-Jabri. Ia sendiri merupakan mantan mayor jenderal dan pejabat intelijen yang kini tinggal di pengasingan di Kanada.

Arab Saudi sendiri melabelinya sebagai "mantan pejabat pemerintah yang didiskreditkan". Ia berselisih dengan kerajaan di mana kedua anaknya kini dipenjara.

"Saya bukan pembangkang, dan saya juga tidak menempatkan diri saya dalam situasi ini atas pilihan saya sendiri," kata al-Jabri dimuat Associated Press (AP), Selasa (20/8/2024).

"Saya adalah pejabat tinggi Arab Saudi yang mengabdikan diri untuk menjaga negaranya, yang dikenal karena menyelamatkan ribuan nyawa warga Saudi dan Barat. Sekarang saya adalah seorang ayah yang melakukan segala yang mungkin untuk mengamankan pembebasan anak-anaknya," tambahnya.

Tuduhannya ke MBS muncul kala pria yang kini menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Arab Saudi itu menjadi Menteri Pertahanan. Ia dikatakan sering bertemu dengan sejumlah pemimpin menggantikan Raja Salman yang sudah sepuh.

Ia mengatakan dari sumber "yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan" di Kementerian Dalam Negeri Saudi, MBS menandatangani dekrit yang menyatakan perang menggantikan ayahnya. Padahal itu tidak dibenarkan.

Secara rinci, ia berujar awalnya memang terjadi kesepakatan dengan AS di bawah kepemimpinan Barrack Obama kala itu. Di mana Arab Saudi diminta "meluncurkan "kampanye pemboman udara untuk menghilangkan ancaman Houthi, membangun pencegahan dan memaksakan proses politik tanpa intervensi darat".

Awalnya, mantan bosnya, Menteri Dalam Negeri Arab Saudi saat itu, Pangeran Mohammed bin Nayef, memimpin sebuah pertemuan di Arab Saudi untuk meresmikan rencana tersebut. Namun klausa tanpa intervensi darat ditolak MBS dengan ketidaksenangan.

"Namun, Pangeran Mohammed bin Salman menanggapi dengan ketidaksenangan yang nyata pada pertemuan itu dan mengatakan ia dapat mengalahkan Houthi dalam dua bulan melalui serangan darat," klaim Al-Jabri.

"Anehnya, perintah kerajaan kemudian dikeluarkan, yang membatalkan rencana yang disepakati dan mengesahkan operasi darat. Tanpa sepengetahuan raja dan dengan tanda tangan palsu," ujarnya lagi.

Perlu diketahui perang Arab Saudi dengan pemberontak Houthi di Yaman yang didukung Iran, sudah berlangsung hampir satu dekade. Perang tersebut telah menewaskan lebih dari 150.000 orang dan menciptakan salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

Houthi sendiri kini kerap melancarkan operasi di Laut Merah, seiring memanasnya Perang Gaza, dengan menembakkan sejumlah artileri ke kapal-kapal terkait Israel dan Barat. Houthi mengklaim tindakannya sebagai protes akibat serangan di Gaza dan akan berhenti seiring perdamaian di kantong Palestina itu.

Pangeran Mohammed bin Nayef awalnya merupakan Putra Mahkota Arab Saudi. Namun ia diganti dengan MBS tahun 2017 dan diyakini menjadi tahanan rumah.

Sementara itu, Al-Jabri sendiri telah mengugat MBS di pengadilan federal AS. Ia menuduh pemimpin de facto Arab Saudi itu berusaha membunuhnya setelah ia melarikan diri ke luar negeri.

"Ia merencanakan pembunuhan saya," kata al-Jabri kepada BBC.

"Ia tidak akan beristirahat sampai ia melihat saya mati. Saya tidak meragukannya," tudingnya.

"Berdiam diri hanya memperburuk keadaan, jadi saya tidak punya pilihan selain berbicara demi kesejahteraan anak-anak dan negara saya," kata al-Jabri.

Saksikan video di bawah ini:

Anda mungkin ingin melihat